BAB I
A.
Latar Belakang
Pembangunan adalah suatu rangkaian usaha terencana yang dilakukan secara sadar oleh
masyarakat dan pemerintah untuk mengubah keadaan yang kurang baik menjadi lebih
baik. Dalam
mencapai tujuan pembangunan tersebut, salah satu permasalahan yang pelik dan
kompleks yang selalu dihadapi oleh negara maju maupun berkembang adalah masalah
lingkungan hidup dan kependudukan.
Permasalahan kependudukan yang
selalu dihadapi oleh negara maju maupun berkembang adalah masalah kepadatan
penduduk, angka kelahiran dan kematian
bayi yang tinggi, urbanisasi, pengangguran, ketidakmerataan penyebaran penduduk
yang semakin kompleks akan berdampak kepada bagian terpenting dalam kehidupan manusia, yaitu kelestarian lingkungan hidup.
Dalam menghadapi semakin
menurunnya kualitas lingkungan sebagai akibat pertumbuhan penduduk, maka sikap
“good governance” yaitu adanya sikap bersama antara pemerintah dan masyarakat
yang benar-benar peduli terhadap keseimbangan antara pertumbuhan penduduk
berikut segala dimensinya dengan kelestarian lingkungan.perlu digalakkan.
Sebaliknya memberikan perlindungan terhadap pemegang HPH yang melakukan
penebangan hutan tanpa aturan, mem-backup para pengusaha dengan kategori jelek
dalam penanganan limbah industrinya adalah bentuk dari praktek “bad
governance”, patut dihindari. Oleh sebab, itu perlu dilakukan berbagai cara untuk
tetap menjaga kelestarian lingkungan tersebut, yang tentunya akan di bahas pada
makalah ini
B. Rumusan Masalah
1. Mengapa masalah kepadatan penduduk, angka
kelahiran dan kematian bayi yang tinggi, urbanisasi, pengangguran,
ketidakmerataan penyebaran penduduk berdampak pada kelestarian
lingkungan ?
2. bagimana
cara mengatasi berbagai dampak yang mempengaruhi kelestarian lingkungan hidup?
C. Tujuan
tujuan dari materi pada makalah ini adalah
untuk mengetahui berbagai dampak yang di timbulkan dari kepadatan penduduk, angka kelahiran dan kematian bayi yang tinggi, urbanisasi, pengangguran,
ketidakmerataan penyebaran penduduk serta dapat memberikan berbagai
solusi untuk keseimbangan lingkungan hidup.
Karena
pada dasarnya manusia dan lingkungan hidup saling ketergantungan satu dengan
yang lainnya. Oleh sebab itu, kita perlu menjaga keseimbangan lingkungan hidup
bukan sebaliknya.
BAB II PEMBAHASAN
PENGARUH PERTUMBUHAN PENDUDUK TERHADAP KESEIMBANGAN LINGKUNGAN
A.
PENDUDUK DAN
LINGKUNGAN
Masalah
kependudukan dan kerusakan lingkungan hidup merupakan dua permasalahan yang
kini sedang dihadapi bangsa Indonesia, khususnya maupun negara-negara lainnya
di dunia umumnya.Brown (1992:265-280), menyatakan bahwa masalah lingkungan
hidup dan kependudukan yaitu masalah pencemaran lingkungan fisik, desertifikasi,
deforestasi, overs eksploitasi terhadap sumber-sumber alam, serta berbagai
fenomena degradasi ekologis semakin hari semakin menujukkan peningkatan yang
signifikan.Keprihatinan ini tidak saja memberikan agenda penanganan masalah
lingkungan yang bijak.Namun juga merupakan “warning” bagi kehidupan, bahwa
kondisi lingkungan hidup sedang berada pada tahap memprihatinkan. Seandainya
tidak dilakukan upaya penanggulangan secara serius, maka dalam jangka waktu
tertentu kehidupan ini akan musnah.
Hal ini terjadi
menurut Soemarwoto (1991:1), karena lingkungan (alam) tidak mampu lagi
memberikan apa-apa kepada kita. Padahal seperti kita ketahui bahwa manusia
merupakan bagian integral dari lingkungan hidupnya, ia tidak dapat dipisahkan
dari padanya. Padatnya penduduk suatu daerah akan menyebabkan ruang gerak suatu
daerah semakin terciut, dan hal ini disebabkan manusia merupakan bagian
integral dari ekosistem, dimana manusia hidup dengan mengekploitasi
lingkungannya. Pertumbuhan penduduk yang cepat meningkatkan permintaan terhadap
sumber daya alam. Pada saat yang sama meningkatnya konsumsi yang disebabkan
oleh membengkaknya jumlah penduduk yang pada akhirnya akan berpengaruh pada
semakin berkurangnya produktifitas sumber daya alam.
Menurut Wijono (1998:5) kondisi sebagaimana
digambarkan tersebut dapat diibaratkan seperti lilin, pertumbuhan penduduk yang
cepat akan membakar lilin dari kedua ujungnya. Sehingga batang lilin itu akan
cepat meleleh dan habis. Konsekwensinya adalah berubahnya salah satu atau
beberapa komponen dalam ekosistem, mengakibatkan perubahan pada interaksi
komponen-komponen itu, sehingga struktur organisasi dan sifat-sifat fungsional
ekosistem akan berubah pula.Dalam perspektif historis tentang kependudukan dan
dampak lingkungan Derek Lewlyn dan Jones (dalam Alfi, 1990:22) melakukan
penelitian di kota Sidney di Australia, berdasarkan hasil penelitiannya mereka
menyimpulkan bahwa sebenarnya keseimbangan ekologi itu tidak kekal. Kota Sidney
yang dulunya sangat asri dengan tatanan lingkungan kota yang nyaman, tetapi
mulai periode 80-an, semuanya telah berubah menjadi tidak nyaman lagi.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut menandakan bahwa perkembangan penduduk
sedikit banyak akan mempengaruhi lingkungan hidup baik fisik maupun non fisik.
Dari kenyataan sejarah menurut
Derek Lewlyn dan Jones, sebenarnya krisis lingkungan hidup yang terjadi pada
masyarakat modern ini sebagai dari peledakan penduduk dan kemajuan teknologi
modern, sudah dimulai ratusan tahun lalu.Berdasarkan hal ini maka dapat dikatakan
bahwa perkembangan penduduk dunia dilihat dari perspektif sejarah sebenarnya
mempunyai tiga tahapan transisi yang biasa diistilahkan dengan konsep
“Demographis Transition”. Tiga transisi itu adalah:
1. pra-transition;
2.
transition;
3. post transition.
Dijelaskan
lebih lanjut oleh Derek Lewlyn dan Jones, bahwa dalam masyarakat
pra-transition, tingkat kematian dan tingkat kelahiran sama tinggi.
Masyarakat-masyarakat semacam ini masih ada dalam kehidupan masyarakat modern,
seperti di Afrika, Amerika Latin dan sebagian Asia.Masyarakat transition,
rata-rata tingkat kematian mulai menurun, terutama tingkat kematian bayi dan
anak-anak. Akibat dari keadaan ini maka tingkat kelahiran meningkat; lebih
banyak anak-anak hidup mencapai usia produktif. Pada tingkat akhir masa
transition ini tingkat kelahiran juga menurun sebagai akibat dari pelaksanaan
“birth control”.Pada umumnya sebagian negara berkembang berada pada tingkat
transition.Sementara itu pada masyarakat post-transition rata-rata tingkat
kelahiran dan kematian rendah.Hal ini disebabkan jumlah bayi dan anak-anak
sampai pada tingkat minimum sekali. Tahapan transisi dalam pertumbuhan penduduk
ini membawa dampak kepada keseimbangan lingkungan.Artinya bahwa semakin cepat
pertumbuhan penduduk, maka akan membawa akibat kepada tekanan yang kuat
terhadap sumber daya alam. Seperti meningkatnya kebutuhan pangan, air bersih,
pemukiman dan sebagainya.Sehingga menimbulkan ketidakseimbangan antara
persediaan sumber daya alam dengan kebutuhan manusia.
Pertambahan
penduduk yang cepat, makin lama makin meningkat hingga akhirnya memadati muka
bumi.Hal ini membawa akibat serius terhadap rentetan masalah besar yang
membentur keseimbangan sumber daya alam.Karena bagaimanapun juga setiap menusia
tidak lepas dari bermacam-macam kebutuhan mulai dari yang pokok hingga sampai
pada kebutuhan pelengkap. Sedangkan semua kebutuhan yang diperlukan oleh
manusia sangat banyak dan tidak terbatas, sementara itu kebutuhan yang
diperlukan baru akan terpenuhi manakala siklus dan cadangan-cadangan sumber
daya alam masih mampu dan mencukupi. Tetapi akan lain jadinya jika angka
pertumbuhan penduduk kian melewati batas siklus ataupun jumlah cadangan
sumber-sumber kebutuhan. Andaikata kondisi perkembangan demikian tidak diupayakan
penanganan secara serius maka pada saatnya akan terjadi suatu masa krisis.
Lebih parah lagi sebagaimana dikemukakan diatas adalah terjadinya bencana yang
dapat memusnahkan kehidupan manusia.
Dilihat dari
perspektif ekologis bahwa pertumbuhan penduduk yang cepat dapat berdampak
kepada meningkatnya kepadatan penduduk, sehingga menyebabkan ketidakseimbangan
mutu lingkungan secara menyeluruh. Menurut Soemarwoto (1991:230-250) bahwa
secara rinci dampak kepadatan penduduk sebagai akibat laju pertumbuhan penduduk
yang cepat terhadap kelestarian lingkungan adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya limbah rumah tangga sering
disebut dengan limbah domestik. Dengan naiknya kepadatan penduduk berarti
jumlah orang persatuan luas bertambah. Karena itu jumlah produksi limbah
persatuan luas juga bertambah. Dapat juga dikatakan di daerah dengan kepadatan
penduduk yang tinggi, terjadi konsentrasi produksi limbah.
2.
Pertumbuhan penduduk yang terjadi bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi
dan teknologi yang melahirkan industri dan sistem transport modern. Industri
dan transport menghasilkan berturut-turut limbah industri dan limbah transport.
Di daerah industri juga terdapatkepadatan penduduk yang tinggi dan transport
yang ramai. Di daerah ini terdapat produksi limbah domsetik, limbah industri
dan limbah transport.
3. Akibat pertambahan penduduk juga
mengakibatkan peningkatan kebutuhan pangan. Kenaikan kebutuhan pangan dapat
dipenuhi dengan intensifikasi lahan pertanian, antara lain dengan mengunakan
pupuk pestisida, yang notebene merupakan sumber pencemaran. Untuk masyarakat
pedesaan yang menggantungkan hidupnya pada lahan pertanian, maka seiring dengan
pertambahan penduduk, kebutuhan akan lahan pertanian juga akan meningkat.
Sehingga ekploitasi hutan untuk membuka lahan pertanian baru banyak dilakukan.
Akibatnya daya dukung lingkungan menjadi menurun. Bagi mereka para peladang
berpindah, dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk yang sedemikian cepat,
berarti menyebabkan tekanan penduduk terhadap lahan juga meningkat. Akibatnya
proses pemulihan lahan mengalami percepatan. Yang tadinya memakan waktu 25
tahun, tetapi dengan semakin meningkatnya tekanan penduduk terhadap lahan maka
bisa berkurang menjadi 5 tahun. Saat dimana lahan yang baru ditinggalkan belum
pulih kesuburannya.
4.
Makin besar jumlah penduduk, makin besar kebutuhan akan sumber daya.
Untuk penduduk agraris, meningkatnya kebutuhan sumber daya ini terutama lahan
dan air. Dengan berkembangnya teknologi dan ekonomi, kebutuhan akan sumber daya
lain juga meningkat, yaitu bahan bakar dan bahan mentah untuk industri. Dengan
makin meningkatnya kebutuhan sumber daya itu, terjadilah penyusutan sumber
daya. Penyusutan sumber daya berkaitan erat dengan pencemaran. Makin besar
pencemaran sumber daya, laju penyusunan makin besar dan pada umumnya makin
besar pula pencemaran.
Berdasarkan pendapat yang kemukakan oleh Soemarwoto, maka tidaklah
berlebihan bahwa dampak kepadatan penduduk terhadap kualitas lingkungan
sangatlah besar.Indonesia sebagai sebuah negara yang jumlah penduduknya sangat
besar juga sedang menghadapi problematika besar tentang masalah kualitas
lingkungan. Masalah yang dihadapi ini akan semakin kompleks karena lajunya
pertumbuhan penduduk tidak bisa ditekan dalam pengertian bahwa secara alamiah jumlah
penduduk dari waktu ke waktu terus bertambah, disamping itu juga tingkat
pencemaran (air dan udara), tekanan terhadap lahan pertanian, rendahnya
kesadaran lingkungan, banyaknya pemilik HPH yang tidak bertanggungjawab, dan
tidak konsistennya Pemerintah dalam menegakkan hukum akan semakin mempercepat
penurunan mutu lingkungan secara makro. Hal ini terjadi menurut Abdullah
(2002:20) karena adanya perilaku manusia yang tidak bertanggungjawab dan hanya
mementingkan kepentingan diri sendiri.
Akibat yang lebih jauh atas permasalahan tersebut adalah problematika yang
muncul tidak hanya sebatas pada satu sisi kependudukan saja, tetapi juga daya
dukung lingkungan terhadap kelangsungan hidup secara seimbang. Akhirnya sampai
pada satu titik terminologi akan terjadi “collapse”. Keadaan ini sangat mungkin
terjadi karena daya dukung lingkungan tidak lagi mampu menopang kebutuhan hidup
manusia.Semantara manusia dengan dengan jumlah yang terus meningkat dari waktu
kewaktu membutuhkan ketersediaannya bahan kebutuhan yang disediakan oleh alam.
Disisi lain, karena pemanfaatan sumber daya alam tidak mengindahkan
eko-efisien, dan cenderung mengabaikan kelestariannya maka berakibat buruk
terhadap kualitas sumber daya alam. Perkembang selanjutnya akan terjadi
ketimpangan antara kebutuhan yang harus disediakan alam, dengan kemampuan alam
sendiri untuk menyediakan.
Ketidakmampuan alam dalam
menyediakan kebutuhan manusia maka pada gilirannya akan berakibat pada
malapetaka. Melihat kondisi yang demikian maka satu hal yang harus mendapat
perhatian adalah bagaimana mengupayakan jalinan hubungan harmonis antara
pemenuhan kebutuhan manusia dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan alam
dan diharapkan daya dukung lingkungan tetap tersedia terutama dalam menopang
laju pertumbuhan penduduk
yang makin hari terus mengalami peningkatan.
B. KERUSAKAN PADA ASPEK PERTANIAN DAN KEHUTANAN
Kerusakan lingkungan dari aspek pertanian
dan kehutanan merupakan dua sektor yang menonjol.Pertambahan penduduk,
penggunaan teknologi modern dan tidak adanya kesadaran terhadap lingkungan
adalah faktor penyebab kerusakan lingkungan. Di bidang pertanian, dengan
semakin besar jumlah penduduk maka kebutuhan akan bahan makanan semakin
meningkat. Untuk itu perlu usaha meningkatkan produksi bahan-bahan makanan
semakin meningkat.Untuk itu perlu usaha meningkatkan produksi bahan makanan
secara memadai.
Diantaranya dengan melakukan
ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian. Penggunaan teknologi modern seperti
benih unggul, sistem irigasi, pupuk dan berbagai bahan kimia lainnya untuk
memberantas hama, secara nyata telah memberikan kontribusi yang besar dalam
meningkatkan produksi pertanian. Revolusi hijau yang pernah mengantarkan
Indonesia ke arah swasembada pangan pada tahun 1984 adalah bukti betapa
ampuhnya teknologi modern dalam meningkatkan produksi pertanian terutama bahan
makanan secara nasional.Kewajiban untuk menggunakan bahan kimia dalam rangka
revolusi hijau menyebabkan sebagian besar petani beralih dari cara-cara
tradisional menjadi lebih modern dengan teknologinya.
Secara kuantitas, Wijono (1998),
menyatakan bahwa revolusi hijau telah memberikan berkah yang sangat besar
terhadap kemampuan penyediaan bahan pangan secara nasional.Produktifitas
pertanian perhektar, terutama padi meningkat dengan drastis. Sebagai contoh,
produksi padi pada tahun 1968 hanya 2,58 ton perhektar, namun sejak dilakukan
revolusi hijau mulai tahun 80—an, pada tahun 1989 meningkat menjadi 4,98 ton
per-hektar. Suatu peningkatan luar biasa untuk ukuran produksi padi tiap
hektarnya.Namun untuk mendapatkan hasil sebesar itu dibutuhkan pupuk dalam
jumlah yang cukup banyak pula.Diperkirakan rata-rata pemakaian pupuk mencapai
350 kg per-hektar. Apalagi sejak dicanangkannya program Supra Insus, pemakaian
pupuk (urea, amonium sulfat dan sejenisnya) cenderung berlebihan dan melampaui
batas yang dianjurkan.
Selanjutnya dalam rangkaian perkembangan
hasil dari pemakaian pupuk dalam revolusi hijau, ternyata menyimpan bom waktu
yaitu akibat dari pemakaian pupuk yang terlalu berlebihan telah menyebabkan
tercemarnya lingkungan perairan dan sungai, hal ini karena berbagai jenis pupuk
yang dipakai tersebut ternyata dapat menyebabkan tumbuhnya gulma air. Di
samping itu ada beberapa jenis insektisida (golongan organokhlorin) merupakan
ancaman terbesar terhadap kualitas air (Wijono, 1998). Ternyata sejak
diperlakukannya revolusi hijau pada tahun 1960-an, dengan penggunaan bahan
kimia yang sangat berlebihan telah menyebabkan kematian ribuan petani.Dengan
demikian pemakaian atau penggunaan bahan-bahan kimia yang sangat besar telah
menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan yang berakibat kepada menurunnya
derajat kesehatan masyarakat.
Selanjutnya dijelaskan oleh Jones (1993)
bahwa sektor kehutanan telah mengalami satu delematika yang tajam.Satu sisi
hutan merupakan sumber daya alam yang harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan
rakyat (walaupun dalam prakteknya, justru hanya untuk kepentingan kelompok
orang), semantara disisi lain, pemerintah mempunyai kewajiban untuk tetap
menjaga dan memelihara kelestarian hutan dengan segala isinya.Akan tetapi dalam
keadaan seperti ini ternyata terjadi tarik menarik, dimana akhirnya kepentingan ekonomi dapat mengalahkan kepentingan ekologi. Pertumbuhan penduduk yang cepat juga memberikan andil besar dalam kerusakan
hutan.Terjadinya konversi lahan hutan dijadikan sebagai lahan perumahan,
pertanian dan proyek-proyek industri adalah wujud dari pertambahan penduduk
yang signifikan. Sehingga
dapat dikatakan bahwa tekanan penduduk baik tekanan yang berasal dari dalam
maupun yang berasal dari luar ternayata telah menyebabkan terjadinya konversi
lahan.Tekanan dari luar dapat dilihat dari dampak kepadatan penduduk yang
mengakibatkan tekanan kuat terhadap lahan pertanian.Akibatnya upaya melakukan
perambahan hutan sebagai satu-satunya alternatif pemenuhan lahan pertanian
mereka lakukan, tanpa memperdulikan dampak dari kelestariannya.
Disamping itu, penebangan hutan yang dilakukan para pemilik
HPH dan HPHTI juga memberikan andil besar terhadap kerusakan tersebut. Walaupun
sudah diatur dalam Undang-Undang No 4 Tahun 1982 tentang Lingkungan Hidup,
bahwa pemilik HPH dan HPHTI dalam melakukan penebangan hutan dengan cara tebang
pilih, tetapi prakteknya justru mereka melakukan sistem tebang habis tanpa
mengindahkan kelestarian hutan. Jangan kan untuk melakukan upaya reboisasi
secara menyeluruh, melakukan penebangan secara tebang pilih saja tidak
dilakukan. Dan anehnya pemerintah tetap menutup mata terhadap kondisi
demikian.Sehingga mereka selalu berlindung di ketiak pemerintah untuk menghindari
sorotan publik.Kepentingan yang hanya dinikmati oleh segelintir orang ini
ternyata membawa bencana bagi seluruh masyarakat. Musibah banjir, asap tebal
dibeberapa wilayah Kalimantan dan Sumatera merupakan salah satu bukti ketamakan
para pemilik HPH dalam mengekploitasi hutan secara berlebihan.
C. DAMPAK PERMASALAHAN PENDUDUK DI INDONESIA TERHADAP LINGKUNGAN
Indonesia merupakan salah satu negara
dengan kekayaan dan keragaman alam serta budaya yang luar biasa.Indonesia
merupakan negara mega biodiversity kedua setelah Brazil.Indonesia memiliki 42
ekosistem darat dan 5 ekosistem yang khas.Indonesia juga memiliki 81.000 km
garis pantai yang indah dan kaya.Luas ekosistem mangrove di Indonesia mencapai
22 % dari seluruh luas mangrove di dunia.
Sebagaimana kita ketahui bersama,
Indonesia merupakan negara dengan nomor urut keempat dalam besarnya jumlah
penduduk setelah China, India, dan Amerika Serikat. Menurut data statistik dari
BPS, jumlah penduduk Indonesia saat ini adalah 225 juta jiwa, dengan angka
pertumbuhan bayi sebesar 1,39 % per tahun. Angka pertumbuhan ini relatif lebih
kecil dibandingkan dengan angka pertumbuhan bayi pada tahun 1970, yaitu sebesar
2,34%. Dengan jumlah penduduk sebesar 225 juta jiwa, maka pertambahan penduduk
setiap tahunnya adalah 3,5 juta jiwa. Jumlah itu sama dengan jumlah seluruh
penduduk di Singapura.
Lonjakan penduduk yang sangat tinggi atau
baby booming di Indonesia akan berdampak sangat luas, termasuk juga dampak bagi
ekologi atau lingkungan hidup. Hal itu dapat mengganggu keseimbangan, bahkan
merusak ekosistem yang ada. Menurut Poo Tjian Sie, coordinator Komunitas
Tionghoa Peduli Lingkungan Hidup, lingkungan hidup adalah kesatuan ekosistem
atau system kehidupan yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, (tatanan alam),dan makhluk hidup, termasuk manusia dengan perilakunya,
yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain.Dengan jumlah penduduk sebesar 225 juta jiwa, membuat
tekanan terhadap lingkungan hidup menjadi sangat besar. Paling tidak, 40 juta
penduduk hidupnya tergantung pada keanekaragaman hayati di pantai dan perairan.
Pada saat yang sama, bahwa sekitar 20% penduduk Indonesia hidup di bawah garis
kemiskinan. Sekitar 43% pendudu Indonesia masih tergantung pada kayu bakar.Dan
pada tahun 2003, hanya 33% penduduk Indonesia mempunyai akses pada air bersih
melalui ledeng dan pompa. Tahun 2000, Jawa dan Bali telah mengalami defisit air
mencapai 53.000 meter kubik dan 7.500 meter kubik, sementara di Sulawesi 42.500
meter kubik. Saat yang sama banjir telah melanda di berbagai tempat di
Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia telah salah mengelola
air di Bumi ini.
Dampak lonjakan penduduk di Indonesia
terhadap lingkungan hayati, sudah dapat kita lihat sejak tahun 2001, laporan
Bank Dunia menyebutkan, bahwa luas hutan mangrove di Indonesia mengalami
penurunan yang sangat signifikan, dari 4,25 juta hektar pada tahun 1982,
menjadi 3,24 juta hektar pada tahun 1987 dan menjadi hanya 2,06 juta hektar
pada tahun 1995. Di sektor kehutanan telah terjadi deforestasi yang meningkat
dalam decade ini.Bank Dunia (2003) dan Departemen Kehutanan melaporkan tingkat
deforestasi di Indonesia telah mencapai lebih dari dua juta hektar per tahun.
Apabila tingkat kehilangan hutan ini tetap 2 juta hektar per tahun, maka 48
tahun ke depan, seluruh wilayah Indonesia akan menjadi gurun pasir yang gundul
dan panas. Lautan di Indonesia juga mengalami kerusakan terumbu karang. Data
dari Bank Dunia bahwa saat ini sekitar 41% terumbu karang dalam keadaan rusak
parah, 29% rusak, 25% lumayan baik, dan hanya 5% yang masih dalamkeadaan alami.
Sekitar 50% hutan bakau di Sulawesi telah hilang (sebagian besar menjadi tambak
udang).Beberapa kawasan juga mengalami pencemaran.Ini terjadi di
kawasan-kawasan yang sibuk dengan kegiatan pelayaran, atau perairan yang
bersinggungan dengan kota-kota besar, seperti perairan teluk Jakarta dan
Surabaya.
Menurut Ir. Boby Setiawan MA., PhD,
Kepala Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM, untuk mamalia terdapat sekitar 112
jenis yang terancam punah di Indonesia. Sementara untuk burung, terdapat
sekitar 104 jenis yang mengalami ancaman serius.
Menurut Malthus, pertumbuhan jumlah
penduduk, bila tidak dikendalikan, akan naik menurut deret ukur (1,2,4,8,dst).
Produksi pangan meningkat hanya menurut deret hitung (1,2,3,4,dst). Di
Indonesia dengan ledakan penduduk saat ini, mengakibatkan dampak sosial yaitu
mengalami krisis pangan.Bahkan di dunia pun terjadi krisis pangan global.Selain
itu, semakin banyak terjadi urbanisasi karena orang-orang desa yang dulunya
kecukupan pangan namun tidak menikmati pembangunan mulai berbondong-bondong
pindah ke kota. Generasi muda tidak ada yang mau menjadi petani.
Tahun 2008 dicanangkan sebagai tahun
sanitasi sedunia.Jumlah penduduk yang melonjak dipastikan menambah persoalan
sanitasi.Sekitar 1 juta jamban di kawasan Jabotabek dibangun dengan jarak
kurang dari 10 meter dari sumur. Jika penduduk kota terus melonjak, entah
karena urbanisasi atau kelahiran alami, sementara jumlah WC nya tetap bisa
dibayangkan sendiri akan menjadi apa jamban tersebut. Kualitas hidup di kota
menjadi merosot. Beragam penyakit seperti diare akan menyebar.
Ujung dari semua ledakan penduduk itu
adalah kerusakan lingkungan dengan segala dampka ikutannya seperti menurunnya
kualitas pemukiman dan lahan yang ditelantarkan, serta hilangnya fungsi ruang
terbuka.Dampak lonjakan populasi bagi lingkungan sebenarnya tidak
sederhana.Persoalannya rumit mengingat persoalan terkait dengan manusia dan
lingkungan hidup.Butuh kesadaran besar bagi tiap warga negara, khusunya
pasangan yang baru menikah, untuk merencanakan jumlah anak.
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
Persoalan kependudukan dan kerusakan
lingkungan hidup adalah dua hal yang saling terkait antara satu dengan
lainnya.Terjadinya kerusakan lingkungan sehingga yang dapat mengakibatkan
ketidakseimbangan sumber daya alam, dapat berdampak kepada kehidupan manusia
secara makro.Sehingga dalam tataran selanjutnya, ketidakseimbangan antara laju
pertumbuhan penduduk dan kualitas sumber daya alam dapat menyebabkan kehancuran
seluruh kehidupan manusia.Oleh karena itu perlu adanya upaya kedepan secara
bijak guna tetap mempertahan kelestarian dan kualitas lingkungan.Konsep ini
coba dilakukan penyeimbangan antara kuantitas pertumbuhan penduduk dengan
segala kebutuhannya, dengan tetap mempertahankan kualitas lingkungan.Hingga
akhirnya diperoleh suatu keseimbangan yang ideal antara laju pertumbuhan
penduduk dengan kelestarian lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Oekan. S. 2002. Tanggung Jawab Sosial Masyarakat Ilmiah Dalam Menata Lingkungan Masa Depan, Upaya Meniti Pembangunan Berkelanjutan, Bandung: Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran.
Alfi, Nurhadi. 1990. Islam dan Tradisi Jawa Tentang Lingkungan Hidup, Kependudukan, dan Kualitas Manusia, Dalam: Jurnal LPPM-UNS, Septembar.
Arkanudin. 2001. Perubahan Sosial Peladang Berpindah Dayak Ribun Parindu Sanggau Kalimantan Barat, Bandung: Tesis Magister pada Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran
Brown, Lester R. 1992. Tantangan Masalah Lingkungan Hidup (Bagaimana Membangunan Masyarakat Manusia Berdasarkan Kesinambungan Lingkungan Hidup yang Sehat), Diterjemahkan oleh S. Maimoen, Jakarta: Yayasan Obor.
Geertz, Clifford. 1976. Involusi Pertanian (Proses Perubahan Ekologi di Indonesia), Jakarta: Bhrata Karya Aksara.
Jones, Gavin W. 1993. Population, Environment and Sustainable Development in Indonesia, Dalam: Warta Demografi, Tahun XX Nomor 40, Desember.
Soemarwoto, Otto. 1991. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Cetakan ke 5, Bandung: Penerbitan Djambatan
Soetaryono, Retno. 1998. Dalam Prakteknya Kebijakan Lingkungan Membebani Rakyat, Dalam: Warta Demografi, Tahun XXVIII, Nomor 1.