Sabtu, 14 Mei 2016

Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup



BAB I

PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang

Pembangunan  adalah suatu rangkaian usaha terencana yang dilakukan secara sadar oleh masyarakat dan pemerintah untuk mengubah keadaan yang kurang baik menjadi lebih baik. Dalam mencapai tujuan pembangunan tersebut, salah satu permasalahan yang pelik dan kompleks yang selalu dihadapi oleh negara maju maupun berkembang adalah masalah lingkungan hidup dan kependudukan.

Permasalahan kependudukan yang selalu dihadapi oleh negara maju maupun berkembang adalah masalah kepadatan penduduk, angka kelahiran dan kematian bayi yang tinggi, urbanisasi, pengangguran, ketidakmerataan penyebaran penduduk yang semakin kompleks akan berdampak kepada bagian terpenting dalam kehidupan manusia, yaitu kelestarian lingkungan hidup.

Dalam menghadapi semakin menurunnya kualitas lingkungan sebagai akibat pertumbuhan penduduk, maka sikap “good governance” yaitu adanya sikap bersama antara pemerintah dan masyarakat yang benar-benar peduli terhadap keseimbangan antara pertumbuhan penduduk berikut segala dimensinya dengan kelestarian lingkungan.perlu digalakkan. Sebaliknya memberikan perlindungan terhadap pemegang HPH yang melakukan penebangan hutan tanpa aturan, mem-backup para pengusaha dengan kategori jelek dalam penanganan limbah industrinya adalah bentuk dari praktek “bad governance”, patut dihindari. Oleh sebab, itu perlu dilakukan berbagai cara untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan tersebut, yang tentunya akan di bahas pada makalah ini

B. Rumusan Masalah

1. Mengapa masalah kepadatan penduduk, angka kelahiran dan kematian bayi yang tinggi, urbanisasi, pengangguran, ketidakmerataan penyebaran penduduk berdampak pada kelestarian lingkungan ?
2. bagimana cara mengatasi berbagai dampak yang mempengaruhi kelestarian lingkungan hidup?

C.  Tujuan
      tujuan dari materi pada makalah ini adalah untuk mengetahui berbagai dampak yang di timbulkan dari kepadatan penduduk, angka kelahiran dan kematian bayi yang tinggi, urbanisasi, pengangguran, ketidakmerataan penyebaran penduduk serta dapat memberikan berbagai solusi untuk keseimbangan lingkungan hidup.
            Karena pada dasarnya manusia dan lingkungan hidup saling ketergantungan satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu, kita perlu menjaga keseimbangan lingkungan hidup bukan sebaliknya.























BAB II PEMBAHASAN

PENGARUH PERTUMBUHAN PENDUDUK TERHADAP KESEIMBANGAN LINGKUNGAN


A.    PENDUDUK DAN LINGKUNGAN

Masalah kependudukan dan kerusakan lingkungan hidup merupakan dua permasalahan yang kini sedang dihadapi bangsa Indonesia, khususnya maupun negara-negara lainnya di dunia umumnya.Brown (1992:265-280), menyatakan bahwa masalah lingkungan hidup dan kependudukan yaitu masalah pencemaran lingkungan fisik, desertifikasi, deforestasi, overs eksploitasi terhadap sumber-sumber alam, serta berbagai fenomena degradasi ekologis semakin hari semakin menujukkan peningkatan yang signifikan.Keprihatinan ini tidak saja memberikan agenda penanganan masalah lingkungan yang bijak.Namun juga merupakan “warning” bagi kehidupan, bahwa kondisi lingkungan hidup sedang berada pada tahap memprihatinkan. Seandainya tidak dilakukan upaya penanggulangan secara serius, maka dalam jangka waktu tertentu kehidupan ini akan musnah.

Hal ini terjadi menurut Soemarwoto (1991:1), karena lingkungan (alam) tidak mampu lagi memberikan apa-apa kepada kita. Padahal seperti kita ketahui bahwa manusia merupakan bagian integral dari lingkungan hidupnya, ia tidak dapat dipisahkan dari padanya. Padatnya penduduk suatu daerah akan menyebabkan ruang gerak suatu daerah semakin terciut, dan hal ini disebabkan manusia merupakan bagian integral dari ekosistem, dimana manusia hidup dengan mengekploitasi lingkungannya. Pertumbuhan penduduk yang cepat meningkatkan permintaan terhadap sumber daya alam. Pada saat yang sama meningkatnya konsumsi yang disebabkan oleh membengkaknya jumlah penduduk yang pada akhirnya akan berpengaruh pada semakin berkurangnya produktifitas sumber daya alam.

 Menurut Wijono (1998:5) kondisi sebagaimana digambarkan tersebut dapat diibaratkan seperti lilin, pertumbuhan penduduk yang cepat akan membakar lilin dari kedua ujungnya. Sehingga batang lilin itu akan cepat meleleh dan habis. Konsekwensinya adalah berubahnya salah satu atau beberapa komponen dalam ekosistem, mengakibatkan perubahan pada interaksi komponen-komponen itu, sehingga struktur organisasi dan sifat-sifat fungsional ekosistem akan berubah pula.Dalam perspektif historis tentang kependudukan dan dampak lingkungan Derek Lewlyn dan Jones (dalam Alfi, 1990:22) melakukan penelitian di kota Sidney di Australia, berdasarkan hasil penelitiannya mereka menyimpulkan bahwa sebenarnya keseimbangan ekologi itu tidak kekal. Kota Sidney yang dulunya sangat asri dengan tatanan lingkungan kota yang nyaman, tetapi mulai periode 80-an, semuanya telah berubah menjadi tidak nyaman lagi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut menandakan bahwa perkembangan penduduk sedikit banyak akan mempengaruhi lingkungan hidup baik fisik maupun non fisik.

Dari kenyataan sejarah menurut Derek Lewlyn dan Jones, sebenarnya krisis lingkungan hidup yang terjadi pada masyarakat modern ini sebagai dari peledakan penduduk dan kemajuan teknologi modern, sudah dimulai ratusan tahun lalu.Berdasarkan hal ini maka dapat dikatakan bahwa perkembangan penduduk dunia dilihat dari perspektif sejarah sebenarnya mempunyai tiga tahapan transisi yang biasa diistilahkan dengan konsep “Demographis Transition”. Tiga transisi itu adalah:
1.      pra-transition;
2.       transition;
3.      post transition.

Dijelaskan lebih lanjut oleh Derek Lewlyn dan Jones, bahwa dalam masyarakat pra-transition, tingkat kematian dan tingkat kelahiran sama tinggi. Masyarakat-masyarakat semacam ini masih ada dalam kehidupan masyarakat modern, seperti di Afrika, Amerika Latin dan sebagian Asia.Masyarakat transition, rata-rata tingkat kematian mulai menurun, terutama tingkat kematian bayi dan anak-anak. Akibat dari keadaan ini maka tingkat kelahiran meningkat; lebih banyak anak-anak hidup mencapai usia produktif. Pada tingkat akhir masa transition ini tingkat kelahiran juga menurun sebagai akibat dari pelaksanaan “birth control”.Pada umumnya sebagian negara berkembang berada pada tingkat transition.Sementara itu pada masyarakat post-transition rata-rata tingkat kelahiran dan kematian rendah.Hal ini disebabkan jumlah bayi dan anak-anak sampai pada tingkat minimum sekali. Tahapan transisi dalam pertumbuhan penduduk ini membawa dampak kepada keseimbangan lingkungan.Artinya bahwa semakin cepat pertumbuhan penduduk, maka akan membawa akibat kepada tekanan yang kuat terhadap sumber daya alam. Seperti meningkatnya kebutuhan pangan, air bersih, pemukiman dan sebagainya.Sehingga menimbulkan ketidakseimbangan antara persediaan sumber daya alam dengan kebutuhan manusia.

Pertambahan penduduk yang cepat, makin lama makin meningkat hingga akhirnya memadati muka bumi.Hal ini membawa akibat serius terhadap rentetan masalah besar yang membentur keseimbangan sumber daya alam.Karena bagaimanapun juga setiap menusia tidak lepas dari bermacam-macam kebutuhan mulai dari yang pokok hingga sampai pada kebutuhan pelengkap. Sedangkan semua kebutuhan yang diperlukan oleh manusia sangat banyak dan tidak terbatas, sementara itu kebutuhan yang diperlukan baru akan terpenuhi manakala siklus dan cadangan-cadangan sumber daya alam masih mampu dan mencukupi. Tetapi akan lain jadinya jika angka pertumbuhan penduduk kian melewati batas siklus ataupun jumlah cadangan sumber-sumber kebutuhan. Andaikata kondisi perkembangan demikian tidak diupayakan penanganan secara serius maka pada saatnya akan terjadi suatu masa krisis. Lebih parah lagi sebagaimana dikemukakan diatas adalah terjadinya bencana yang dapat memusnahkan kehidupan manusia.

Dilihat dari perspektif ekologis bahwa pertumbuhan penduduk yang cepat dapat berdampak kepada meningkatnya kepadatan penduduk, sehingga menyebabkan ketidakseimbangan mutu lingkungan secara menyeluruh. Menurut Soemarwoto (1991:230-250) bahwa secara rinci dampak kepadatan penduduk sebagai akibat laju pertumbuhan penduduk yang cepat terhadap kelestarian lingkungan adalah sebagai berikut:
1.      Meningkatnya limbah rumah tangga sering disebut dengan limbah domestik. Dengan naiknya kepadatan penduduk berarti jumlah orang persatuan luas bertambah. Karena itu jumlah produksi limbah persatuan luas juga bertambah. Dapat juga dikatakan di daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi, terjadi konsentrasi produksi limbah.
2.       Pertumbuhan penduduk yang terjadi bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi dan teknologi yang melahirkan industri dan sistem transport modern. Industri dan transport menghasilkan berturut-turut limbah industri dan limbah transport. Di daerah industri juga terdapatkepadatan penduduk yang tinggi dan transport yang ramai. Di daerah ini terdapat produksi limbah domsetik, limbah industri dan limbah transport.
3.      Akibat pertambahan penduduk juga mengakibatkan peningkatan kebutuhan pangan. Kenaikan kebutuhan pangan dapat dipenuhi dengan intensifikasi lahan pertanian, antara lain dengan mengunakan pupuk pestisida, yang notebene merupakan sumber pencemaran. Untuk masyarakat pedesaan yang menggantungkan hidupnya pada lahan pertanian, maka seiring dengan pertambahan penduduk, kebutuhan akan lahan pertanian juga akan meningkat. Sehingga ekploitasi hutan untuk membuka lahan pertanian baru banyak dilakukan. Akibatnya daya dukung lingkungan menjadi menurun. Bagi mereka para peladang berpindah, dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk yang sedemikian cepat, berarti menyebabkan tekanan penduduk terhadap lahan juga meningkat. Akibatnya proses pemulihan lahan mengalami percepatan. Yang tadinya memakan waktu 25 tahun, tetapi dengan semakin meningkatnya tekanan penduduk terhadap lahan maka bisa berkurang menjadi 5 tahun. Saat dimana lahan yang baru ditinggalkan belum pulih kesuburannya.
4.       Makin besar jumlah penduduk, makin besar kebutuhan akan sumber daya. Untuk penduduk agraris, meningkatnya kebutuhan sumber daya ini terutama lahan dan air. Dengan berkembangnya teknologi dan ekonomi, kebutuhan akan sumber daya lain juga meningkat, yaitu bahan bakar dan bahan mentah untuk industri. Dengan makin meningkatnya kebutuhan sumber daya itu, terjadilah penyusutan sumber daya. Penyusutan sumber daya berkaitan erat dengan pencemaran. Makin besar pencemaran sumber daya, laju penyusunan makin besar dan pada umumnya makin besar pula pencemaran.

Berdasarkan pendapat yang kemukakan oleh Soemarwoto, maka tidaklah berlebihan bahwa dampak kepadatan penduduk terhadap kualitas lingkungan sangatlah besar.Indonesia sebagai sebuah negara yang jumlah penduduknya sangat besar juga sedang menghadapi problematika besar tentang masalah kualitas lingkungan. Masalah yang dihadapi ini akan semakin kompleks karena lajunya pertumbuhan penduduk tidak bisa ditekan dalam pengertian bahwa secara alamiah jumlah penduduk dari waktu ke waktu terus bertambah, disamping itu juga tingkat pencemaran (air dan udara), tekanan terhadap lahan pertanian, rendahnya kesadaran lingkungan, banyaknya pemilik HPH yang tidak bertanggungjawab, dan tidak konsistennya Pemerintah dalam menegakkan hukum akan semakin mempercepat penurunan mutu lingkungan secara makro. Hal ini terjadi menurut Abdullah (2002:20) karena adanya perilaku manusia yang tidak bertanggungjawab dan hanya mementingkan kepentingan diri sendiri.

Akibat yang lebih jauh atas permasalahan tersebut adalah problematika yang muncul tidak hanya sebatas pada satu sisi kependudukan saja, tetapi juga daya dukung lingkungan terhadap kelangsungan hidup secara seimbang. Akhirnya sampai pada satu titik terminologi akan terjadi “collapse”. Keadaan ini sangat mungkin terjadi karena daya dukung lingkungan tidak lagi mampu menopang kebutuhan hidup manusia.Semantara manusia dengan dengan jumlah yang terus meningkat dari waktu kewaktu membutuhkan ketersediaannya bahan kebutuhan yang disediakan oleh alam.

Disisi lain, karena pemanfaatan sumber daya alam tidak mengindahkan eko-efisien, dan cenderung mengabaikan kelestariannya maka berakibat buruk terhadap kualitas sumber daya alam. Perkembang selanjutnya akan terjadi ketimpangan antara kebutuhan yang harus disediakan alam, dengan kemampuan alam sendiri untuk menyediakan.

 Ketidakmampuan alam dalam menyediakan kebutuhan manusia maka pada gilirannya akan berakibat pada malapetaka. Melihat kondisi yang demikian maka satu hal yang harus mendapat perhatian adalah bagaimana mengupayakan jalinan hubungan harmonis antara pemenuhan kebutuhan manusia dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan alam dan diharapkan daya dukung lingkungan tetap tersedia terutama dalam menopang laju pertumbuhan penduduk yang makin hari terus mengalami peningkatan.


B.     KERUSAKAN PADA ASPEK PERTANIAN DAN KEHUTANAN

       Kerusakan lingkungan dari aspek pertanian dan kehutanan merupakan dua sektor yang menonjol.Pertambahan penduduk, penggunaan teknologi modern dan tidak adanya kesadaran terhadap lingkungan adalah faktor penyebab kerusakan lingkungan. Di bidang pertanian, dengan semakin besar jumlah penduduk maka kebutuhan akan bahan makanan semakin meningkat. Untuk itu perlu usaha meningkatkan produksi bahan-bahan makanan semakin meningkat.Untuk itu perlu usaha meningkatkan produksi bahan makanan secara memadai.

       Diantaranya dengan melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian. Penggunaan teknologi modern seperti benih unggul, sistem irigasi, pupuk dan berbagai bahan kimia lainnya untuk memberantas hama, secara nyata telah memberikan kontribusi yang besar dalam meningkatkan produksi pertanian. Revolusi hijau yang pernah mengantarkan Indonesia ke arah swasembada pangan pada tahun 1984 adalah bukti betapa ampuhnya teknologi modern dalam meningkatkan produksi pertanian terutama bahan makanan secara nasional.Kewajiban untuk menggunakan bahan kimia dalam rangka revolusi hijau menyebabkan sebagian besar petani beralih dari cara-cara tradisional menjadi lebih modern dengan teknologinya.
       Secara kuantitas, Wijono (1998), menyatakan bahwa revolusi hijau telah memberikan berkah yang sangat besar terhadap kemampuan penyediaan bahan pangan secara nasional.Produktifitas pertanian perhektar, terutama padi meningkat dengan drastis. Sebagai contoh, produksi padi pada tahun 1968 hanya 2,58 ton perhektar, namun sejak dilakukan revolusi hijau mulai tahun 80—an, pada tahun 1989 meningkat menjadi 4,98 ton per-hektar. Suatu peningkatan luar biasa untuk ukuran produksi padi tiap hektarnya.Namun untuk mendapatkan hasil sebesar itu dibutuhkan pupuk dalam jumlah yang cukup banyak pula.Diperkirakan rata-rata pemakaian pupuk mencapai 350 kg per-hektar. Apalagi sejak dicanangkannya program Supra Insus, pemakaian pupuk (urea, amonium sulfat dan sejenisnya) cenderung berlebihan dan melampaui batas yang dianjurkan.

       Selanjutnya dalam rangkaian perkembangan hasil dari pemakaian pupuk dalam revolusi hijau, ternyata menyimpan bom waktu yaitu akibat dari pemakaian pupuk yang terlalu berlebihan telah menyebabkan tercemarnya lingkungan perairan dan sungai, hal ini karena berbagai jenis pupuk yang dipakai tersebut ternyata dapat menyebabkan tumbuhnya gulma air. Di samping itu ada beberapa jenis insektisida (golongan organokhlorin) merupakan ancaman terbesar terhadap kualitas air (Wijono, 1998). Ternyata sejak diperlakukannya revolusi hijau pada tahun 1960-an, dengan penggunaan bahan kimia yang sangat berlebihan telah menyebabkan kematian ribuan petani.Dengan demikian pemakaian atau penggunaan bahan-bahan kimia yang sangat besar telah menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan yang berakibat kepada menurunnya derajat kesehatan masyarakat.

       Selanjutnya dijelaskan oleh Jones (1993) bahwa sektor kehutanan telah mengalami satu delematika yang tajam.Satu sisi hutan merupakan sumber daya alam yang harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat (walaupun dalam prakteknya, justru hanya untuk kepentingan kelompok orang), semantara disisi lain, pemerintah mempunyai kewajiban untuk tetap menjaga dan memelihara kelestarian hutan dengan segala isinya.Akan tetapi dalam keadaan seperti ini ternyata terjadi tarik menarik, dimana akhirnya kepentingan ekonomi dapat mengalahkan kepentingan ekologi. Pertumbuhan penduduk yang cepat juga memberikan andil besar dalam kerusakan hutan.Terjadinya konversi lahan hutan dijadikan sebagai lahan perumahan, pertanian dan proyek-proyek industri adalah wujud dari pertambahan penduduk yang signifikan. Sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan penduduk baik tekanan yang berasal dari dalam maupun yang berasal dari luar ternayata telah menyebabkan terjadinya konversi lahan.Tekanan dari luar dapat dilihat dari dampak kepadatan penduduk yang mengakibatkan tekanan kuat terhadap lahan pertanian.Akibatnya upaya melakukan perambahan hutan sebagai satu-satunya alternatif pemenuhan lahan pertanian mereka lakukan, tanpa memperdulikan dampak dari kelestariannya.

       Disamping itu, penebangan hutan yang dilakukan para pemilik HPH dan HPHTI juga memberikan andil besar terhadap kerusakan tersebut. Walaupun sudah diatur dalam Undang-Undang No 4 Tahun 1982 tentang Lingkungan Hidup, bahwa pemilik HPH dan HPHTI dalam melakukan penebangan hutan dengan cara tebang pilih, tetapi prakteknya justru mereka melakukan sistem tebang habis tanpa mengindahkan kelestarian hutan. Jangan kan untuk melakukan upaya reboisasi secara menyeluruh, melakukan penebangan secara tebang pilih saja tidak dilakukan. Dan anehnya pemerintah tetap menutup mata terhadap kondisi demikian.Sehingga mereka selalu berlindung di ketiak pemerintah untuk menghindari sorotan publik.Kepentingan yang hanya dinikmati oleh segelintir orang ini ternyata membawa bencana bagi seluruh masyarakat. Musibah banjir, asap tebal dibeberapa wilayah Kalimantan dan Sumatera merupakan salah satu bukti ketamakan para pemilik HPH dalam mengekploitasi hutan secara berlebihan.


C.    DAMPAK PERMASALAHAN PENDUDUK DI INDONESIA TERHADAP LINGKUNGAN

       Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan dan keragaman alam serta budaya yang luar biasa.Indonesia merupakan negara mega biodiversity kedua setelah Brazil.Indonesia memiliki 42 ekosistem darat dan 5 ekosistem yang khas.Indonesia juga memiliki 81.000 km garis pantai yang indah dan kaya.Luas ekosistem mangrove di Indonesia mencapai 22 % dari seluruh luas mangrove di dunia.

       Sebagaimana kita ketahui bersama, Indonesia merupakan negara dengan nomor urut keempat dalam besarnya jumlah penduduk setelah China, India, dan Amerika Serikat. Menurut data statistik dari BPS, jumlah penduduk Indonesia saat ini adalah 225 juta jiwa, dengan angka pertumbuhan bayi sebesar 1,39 % per tahun. Angka pertumbuhan ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan angka pertumbuhan bayi pada tahun 1970, yaitu sebesar 2,34%. Dengan jumlah penduduk sebesar 225 juta jiwa, maka pertambahan penduduk setiap tahunnya adalah 3,5 juta jiwa. Jumlah itu sama dengan jumlah seluruh penduduk di Singapura.

       Lonjakan penduduk yang sangat tinggi atau baby booming di Indonesia akan berdampak sangat luas, termasuk juga dampak bagi ekologi atau lingkungan hidup. Hal itu dapat mengganggu keseimbangan, bahkan merusak ekosistem yang ada. Menurut Poo Tjian Sie, coordinator Komunitas Tionghoa Peduli Lingkungan Hidup, lingkungan hidup adalah kesatuan ekosistem atau system kehidupan yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, (tatanan alam),dan makhluk hidup, termasuk manusia dengan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.Dengan jumlah penduduk sebesar 225 juta jiwa, membuat tekanan terhadap lingkungan hidup menjadi sangat besar. Paling tidak, 40 juta penduduk hidupnya tergantung pada keanekaragaman hayati di pantai dan perairan. Pada saat yang sama, bahwa sekitar 20% penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Sekitar 43% pendudu Indonesia masih tergantung pada kayu bakar.Dan pada tahun 2003, hanya 33% penduduk Indonesia mempunyai akses pada air bersih melalui ledeng dan pompa. Tahun 2000, Jawa dan Bali telah mengalami defisit air mencapai 53.000 meter kubik dan 7.500 meter kubik, sementara di Sulawesi 42.500 meter kubik. Saat yang sama banjir telah melanda di berbagai tempat di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia telah salah mengelola air di Bumi ini.

       Dampak lonjakan penduduk di Indonesia terhadap lingkungan hayati, sudah dapat kita lihat sejak tahun 2001, laporan Bank Dunia menyebutkan, bahwa luas hutan mangrove di Indonesia mengalami penurunan yang sangat signifikan, dari 4,25 juta hektar pada tahun 1982, menjadi 3,24 juta hektar pada tahun 1987 dan menjadi hanya 2,06 juta hektar pada tahun 1995. Di sektor kehutanan telah terjadi deforestasi yang meningkat dalam decade ini.Bank Dunia (2003) dan Departemen Kehutanan melaporkan tingkat deforestasi di Indonesia telah mencapai lebih dari dua juta hektar per tahun. Apabila tingkat kehilangan hutan ini tetap 2 juta hektar per tahun, maka 48 tahun ke depan, seluruh wilayah Indonesia akan menjadi gurun pasir yang gundul dan panas. Lautan di Indonesia juga mengalami kerusakan terumbu karang. Data dari Bank Dunia bahwa saat ini sekitar 41% terumbu karang dalam keadaan rusak parah, 29% rusak, 25% lumayan baik, dan hanya 5% yang masih dalamkeadaan alami. Sekitar 50% hutan bakau di Sulawesi telah hilang (sebagian besar menjadi tambak udang).Beberapa kawasan juga mengalami pencemaran.Ini terjadi di kawasan-kawasan yang sibuk dengan kegiatan pelayaran, atau perairan yang bersinggungan dengan kota-kota besar, seperti perairan teluk Jakarta dan Surabaya.

       Menurut Ir. Boby Setiawan MA., PhD, Kepala Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM, untuk mamalia terdapat sekitar 112 jenis yang terancam punah di Indonesia. Sementara untuk burung, terdapat sekitar 104 jenis yang mengalami ancaman serius.

       Menurut Malthus, pertumbuhan jumlah penduduk, bila tidak dikendalikan, akan naik menurut deret ukur (1,2,4,8,dst). Produksi pangan meningkat hanya menurut deret hitung (1,2,3,4,dst). Di Indonesia dengan ledakan penduduk saat ini, mengakibatkan dampak sosial yaitu mengalami krisis pangan.Bahkan di dunia pun terjadi krisis pangan global.Selain itu, semakin banyak terjadi urbanisasi karena orang-orang desa yang dulunya kecukupan pangan namun tidak menikmati pembangunan mulai berbondong-bondong pindah ke kota. Generasi muda tidak ada yang mau menjadi petani.

       Tahun 2008 dicanangkan sebagai tahun sanitasi sedunia.Jumlah penduduk yang melonjak dipastikan menambah persoalan sanitasi.Sekitar 1 juta jamban di kawasan Jabotabek dibangun dengan jarak kurang dari 10 meter dari sumur. Jika penduduk kota terus melonjak, entah karena urbanisasi atau kelahiran alami, sementara jumlah WC nya tetap bisa dibayangkan sendiri akan menjadi apa jamban tersebut. Kualitas hidup di kota menjadi merosot. Beragam penyakit seperti diare akan menyebar.

       Ujung dari semua ledakan penduduk itu adalah kerusakan lingkungan dengan segala dampka ikutannya seperti menurunnya kualitas pemukiman dan lahan yang ditelantarkan, serta hilangnya fungsi ruang terbuka.Dampak lonjakan populasi bagi lingkungan sebenarnya tidak sederhana.Persoalannya rumit mengingat persoalan terkait dengan manusia dan lingkungan hidup.Butuh kesadaran besar bagi tiap warga negara, khusunya pasangan yang baru menikah, untuk merencanakan jumlah anak.






                                                            BAB III PENUTUP
                                                                       
                                                                KESIMPULAN

       Persoalan kependudukan dan kerusakan lingkungan hidup adalah dua hal yang saling terkait antara satu dengan lainnya.Terjadinya kerusakan lingkungan sehingga yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan sumber daya alam, dapat berdampak kepada kehidupan manusia secara makro.Sehingga dalam tataran selanjutnya, ketidakseimbangan antara laju pertumbuhan penduduk dan kualitas sumber daya alam dapat menyebabkan kehancuran seluruh kehidupan manusia.Oleh karena itu perlu adanya upaya kedepan secara bijak guna tetap mempertahan kelestarian dan kualitas lingkungan.Konsep ini coba dilakukan penyeimbangan antara kuantitas pertumbuhan penduduk dengan segala kebutuhannya, dengan tetap mempertahankan kualitas lingkungan.Hingga akhirnya diperoleh suatu keseimbangan yang ideal antara laju pertumbuhan penduduk dengan kelestarian lingkungan.





















                                                            DAFTAR PUSTAKA


Abdullah, Oekan. S. 2002. Tanggung Jawab Sosial Masyarakat Ilmiah Dalam Menata Lingkungan Masa Depan, Upaya Meniti Pembangunan Berkelanjutan, Bandung: Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran.

Alfi, Nurhadi. 1990. Islam dan Tradisi Jawa Tentang Lingkungan Hidup, Kependudukan, dan Kualitas Manusia, Dalam: Jurnal LPPM-UNS, Septembar.

Arkanudin. 2001. Perubahan Sosial Peladang Berpindah Dayak Ribun Parindu Sanggau Kalimantan Barat, Bandung: Tesis Magister pada Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran

Brown, Lester R. 1992. Tantangan Masalah Lingkungan Hidup (Bagaimana Membangunan Masyarakat Manusia Berdasarkan Kesinambungan Lingkungan Hidup yang Sehat), Diterjemahkan oleh S. Maimoen, Jakarta: Yayasan Obor.

Geertz, Clifford. 1976. Involusi Pertanian (Proses Perubahan Ekologi di Indonesia), Jakarta: Bhrata Karya Aksara.

Jones, Gavin W. 1993. Population, Environment and Sustainable Development in Indonesia, Dalam: Warta Demografi, Tahun XX Nomor 40, Desember.

Soemarwoto, Otto. 1991. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Cetakan ke 5, Bandung: Penerbitan Djambatan

Soetaryono, Retno. 1998. Dalam Prakteknya Kebijakan Lingkungan Membebani Rakyat, Dalam: Warta Demografi, Tahun XXVIII, Nomor 1.